SANTRI
Sebuah julukan yang dipakaikan kepada orang yang menjauh dari keramaian disuatu lingkup tertentu untuk menimba ilmu agama, pandangan miring sudah terlanjur tercium tidak sedap oleh masyarakat awam tentang kata santri ini, kumuhlah, garapi, ndeso, kuper, terkekang, kekerasan dll. Ya, memang seperti itulah keadaan pesantren tapi jika kita mau mensejajarkan antara kekurangan dan kelebihan yang aada pastilah akan kita dapati sisi positif akan jauh melampau tinggi disbanding negative, silahkanandagalisendiri. Satu hikmah yang dapat saya ambil dari bertauntaun nyantri adalah lingkungan terbaik untuk menimba ilmu dan menempa akhlak dengan semangat penyucian jiwa dan pencarian keheningan dari dunia yang terlalu bising dengan syahwat. Sengaja menjaga jarak dengan realitas sekeliling seperti halnya orang yang berbaju putih enggan pergi kepasar yang becek dan bau khawatir terciprat lumpur dan mendapat bau tidak sedap.
Mayoritas orang yang tinggal dipesantren itu muak dan bosan dengan rutinitas hidup pesantren sehingga mereka tereliminasi secara alami dengan sendirinya, karna berhijrah menuju sesuatu yang lebih baik dengan basic keadaan yang jauh berbeda untuk menempa jiwa dan akhlak itu bukanlah hal yang gampang, pasti disitu ada rintangan, cobaan yang siap mengintai dan menerpa, dan saya termasuk yang sudah melewati banyak raga malur hidup dipesantren sehingga jiwa ini menjadi ketagihan dan selalu betah ditempat bernama pesantren ini, kalaulah bukan karna kewajiban untuk menebarkan ilmu dan mensholehkan masyarakat mungkin akan seumur hidup raga ini selalu dalam keadaan uzlah mulia ini.
Pernak pernik kehidupan pesantren itusangat banyak, kebersamaan, penyakit gatal, bertemu dengan berbagai macam karakter manusia, cinta, bosan, ustadz yang galak, hukuman botak yang menghinakan, sampaikedekataandengan sang Rabb. Dan sebagai anak muda yang masih memiliki hasrat dalam dada yaitu cinta yang menggelora saya akan membahas bagian yang paling menarik yaitu cinta
Jangan kira makhluk bernama santri ini tidak bisa merasakan yang namanya cinta, sosok alim, rajin, pinter ngaji, yang cupu dan kuper, taat perintah Allah ini sama seperti manusia pada umumnya, justru ia akan lebih menghargai para wanita karna interaksi mereka selalu dipenuhi bersama sesama jenis, pagar yang membentang atau jarak yang jauh antara ikhwan dan akhwat bukanlah halangan datangnya cinta, tapi disitulah cinta menjadi menggebugebu, dan penuh tantangan serta pengorbanan, terutama ketika tertangkap berikhtilath maka botak adalah balasan bagi mereka, unik memang tidak seperti mereka anak anak luar yang setiap saat berhadapan dengan lawan jenis mereka, yang unik dari santri itu sifat malunya (meski ada sebagian santri gapunya malu) yang teramat sangat dengan makhluk penghuni planet venus ini (baca: wanita) sangking malunya hanya sekedar lewat didepan mereka saja segan, ngobrol dengan mereka saja kaku, salting dll. Dan rasa cinta inilah yang menjadikan seluruh cinta dan perhatian terakumulasikan pada akhir sehingga tampaklah sebuah cinta yang polos namun dahsyat
SMA disebuah pondok sekitar 2,5 tahun hidupnya dengan lakilaki dan tiba tiba diakhir semester barulah kegiatan mereka mulai disatukan dan bersamaan dengan para akhawat, awalnya hal ini adalah suatu yang aneh, canggung, bahkan ketika berada dalam satu kelas sampai panas dingin, keringat mengucur deras karna suasana yang tidak biasanya, dan ketahuilah rasa malu seperti inilah yang disukai rosul, rasa malu untuk berinteraksi dengan lawan jenis karna takut terjerumus kedalam lubang yang lebih dalam, jaim sehingga malu berbuat hal hal yang tidak baik,
Dan kebanyakan dari kami lebih memilih memendam rasa cinta itu dari pada mengumbarnya tidak pada keridhoan Allah, malu sama Allah. Lebih baik kita tabung rasa cinta itu dalam ketaatan kepadanya, dan berikan saldo cinta kepada bidadari surga ber cap halal.
Jiwa santri ini masih saja melekat pada diri saya sampai saat ini, ya mungkin karna efek hidup 6 tahun di ranah suci, dan sampai saat ini gejolak dalam hati masih sama tak satu pun santri berkunyah abu az zuhri ini mengungkap kanya dari semenjak pertama kali datangnya fitrah hingga kini, entah mungkin terlalupengecutataucupuataumungkinmawar yang dicinta terlalu indah sehingga terlalu banyak kumbang yang mendekati, tapi yang pasti kehalalan adalah yang menjadi checkpoint utama
Penampilan ala santri, sarung, koko, peci, akan selalu membekas dan membias bukan karna sekedar mantan santri tapi inilah identitas diri seorang muslim, apalagi dengan sifat sifat akhlak pendukung seperti ghoudhulbashor, kalem, pendiam, selalu ingin mewasiatkan nasehat, dan percaya diri, sebenarnya bukan hanya santri yang harus punya sifat seperti itu tapi semua muslim sejati harus menjadi sang empunya sifat mulia.
Abu Az Zuhri
Komentar
Posting Komentar